Peran Pendidikan Moral di SMA Van Lith Muntilan
SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan merupakan salah satu sekolah katolik berasrama (boarding school)
bersertifkat ISO yang ada di Kabupaten Magelang. Romo Van Lith sebagai
pendiri sekolah tersebut mempunyai misi memberikan pendidikan yang
tinggi kepada pemuda-pemuda “Jawa/Indonesia” sehingga mereka mendapat
kedudukan yang baik di masyarakat serta memberikan pendidikan kristiani.
Salah satu konsep pembelajaran mereka ialah pembelajaran yang mengarah
pada ilmu pengetahuan pengetahuan modern yang dibutuhkan untuk sekolah
sekuler dengan cara yang religius. Misi dan visi Romo Van Lith serta
perjuangannya dalam mendirikan sekolah tersebut pun menghasilkan
beberapa tokoh Nasional diantaranya : Yos Sudarso, C. Simanjuntak, Mgr.
Sugijapranata, Ij. Kasimo serta tokoh besar Frans Seda.
Van
lith merupakan sebuah sekolah yang berbasis asrama dengan menganut
nilai-nilai agama katolik dengan tanpa mengesampingkan nilai-nilai
Pancasila. Unsur dari sekolah asrama tersebut yaitu berfungsi sebagai
sarana pendidikan dalam membentuk perilaku sosial budaya para siswa.
Peranan seorang Romo, bruder, suster maupun siswa dalam menjaga tradisi keagamaan akan membentuk gerakan
sosial budaya dengan karakter keagamaan dalam kurun waktu yang lama.
Sehingga nilai-nilai yang telah ditanamkan kepada siswa akan melekat dan
menjadikan manusia yang baik.
Wacana
moral dewasa ini adalah salah satu istilah yang boleh dikatakan sudah
umum digunakan dalam sistem pendidikan. Moral merupakan sesuatu yang
berkaitan dengan kemampuan menentukan benar atau salahnya tingkah laku
seseorang. Dalam konteks ini pula pendidikan moral mencakup ajaran
sekitar penggunaan aturan-aturan dan prinsip-prinsip meneganai keadilan
dan penghargaan terhadap sesuatu yang hal tersebut membatasi kita untuk
melakukan suatu perbuatan yang lebih mementingkan kepentingan pribadi
dan mendahulukan kepentingan umum, komunitas atau bahkan masyarakat.
Pendidikan moral umumnya lebih menunjuk kepada pengembangan konsepsi
keadilan yang begitu dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran (Kant dalam:
Rawls, 1971). Moralitas mencakup beberapa makna yang luas seperti :
- Tingkah laku membantu orang lain
- Tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma sosial
- Internalisasi norma-norma sosial
- Timbulnya empati atau rasa salah, atau keduanya
- Penalaran tentang keadilan
- Memperhatikan kepentingan orang lain
Menurut Lickona (1992) pendidikan karakter yang benar harus melibatkan aspek knowing the good, desiring the good, loving the good, and acting the good. Peranan dari Boarding School
atau sekolah yang berbasis asrama mempunyai peran yang baik dalam
proses pembentukan karakter terhadap peserta didik. Secara teoritis,
keberhasilan dalam proses pendidikan moral yaitu dipengaruhi oleh
ketepatan seorang guru dalam memilih dan mengaplikasikan metode-metode penanaman nilai-nilai moral. Sekolah yang berbasis asrama cenderung memiliki tata tertib atau aturan-aturan yang cukup tegas dan bersifat lebih ketat. Hal tersebut, merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam menjadikan manusia yang baik. Boarding School
setidaknya memilki strategi pembelajaran yang lebih modern dibandingkan
dengan sekolah-sekolah formal yang seperti biasanya. Untuk mewujudkan
pembelajaran yang ingin dicapai khususnya dalam era modern seperti saat
ini, maka dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang modern pula. Dalam
sekolah yang berbasis asrama maka siswa yang terdapat dalam sekolah
tersebut lebih di didik untuk mandiri dan mendasarkan pada perbedaan
individu, meningkatkan keberanian peserta didik dalam mengambil resiko
dan belajar dari kesalahan. Efektivitas proses penanaman nilai-nilai
budi pekerti sangat dipengaruhi oleh ketepatan metode pembelajaran yang
digunakan oleh seorang guru.
Banyak kegiatan yang menarik dan
dapat dikembangkan yaitu kegiatan bakti sosial di daerah terpencil,
gotong royong, keeratan, dan kebersamaaan siswa dalam membangun karakter
pribadi, yang paling menarik bagi saya ialah bagaimana siswa diajarkan
suatu kemandirian dengan kegiatan mencari uang di masyarakat selama
beberapa hari dan di sana siswa tidak hanya dituntut untuk bekerja
mencari suatu penghasilan namun mereka juga diajarkan untuk melepas apa
yang mereka peroleh dalam artian memberikan hasil yang mereka dapat
tersebut untuk berbagi dengan orang lain lewat kegiatan seperti bakti
sosial, dsb. Dari kegiatan tersebut tentu siswa akan
merasakan bagaimana sultnya mencari uang dan belajar bagaimana melepas
apa yang mereka dapat dengan kerja keras tersebut untuk orang lain. Dari
setiap kegiatan yang ada tersebut para siswa diajak untuk
merefleksikanya. Kegiatan lain ada juga rekoleksi, retret, pagelaran
budaya ada seni tari gamelan ataupun karawitan, theater, vokal group, dan
papala. Itulah salah satu kegiatan humaniora di sana.
Menurut beberapa siswa yang ada di sana, pengalaman yang didapat dari Boarding School
terkait pendidikan moral yaitu dengan cara mencari pekerjaan sendiri
dan uang yang didapat digunakan untuk belajar berbagi, jadi dapat
mengerti betapa sulitnya mencari pekerjaan dan mencari uang, mendapatkan
pengalaman pribadi. Pengajaran yang dilakukan oleh guru terkait
pendidikan moral di SMA Van Lith sudah cukup efektif, namun maksimal atau
tidaknya belum tahu karena pendidikan moral yang diperoleh masing-masing
siswa akan diterapkan baik sekarang atau yang akan datang (jangka
panjang), sehingga tanpa disadari moral yang diterapkan tersebut
merupakan moral yang dibentuk di sekolah. Saling sapa/tegur sapa
merupakan ciri khas di sekolah serta menularkan apa yang diperoleh di
sekolah kepada keluarga, teman, dan masyarakat di rumah/tempat asal
merupakan sikap yang patut di contoh.
![Van Lith Van Lith](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8S7gI5SxNYaeD1N2V6ALht_8zryYzQQVrT9hB_5CrE4w7qgF_eUHeEQO1E7WbiRW98o0zv1pvycvu0kF1xgbX4gW44ZXHYRF7l0A3oNwCbBKN1sC0IrtcS15dqJ3qyl1T9m-IZNtZz0N_/s200/religi09032010143031_vanlith.jpg) |
Romo Van Lith |
(Diambil dari edukasi.kompas.com dengan beberapa pengubahan)